AYOBOGOR.COM -- Rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mulai membatasi truk Over Dimension Overloading (ODOL) pada Januari 2026 menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak.
Meski kebijakan ini bertujuan melindungi infrastruktur jalan dari kerusakan, para pakar menilai langkah tersebut berpotensi memicu kenaikan harga barang dan mengganggu stabilitas ekonomi daerah maupun nasional.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Mahendra Rianto, menilai kebijakan tersebut terlalu tergesa-gesa karena belum selaras dengan rencana pemerintah pusat.
"Ini struktur kenegaraannya bagaimana, pusat baru berencana akan memberlakukan pada 2027. Secara komando harusnya daerah mengikuti pusat," ujar Mahendra, Senin 10 November 2025.
Padahal rencana pemerintah pusat pun saat ini masih terus didiskusikan, sehingga belum tentu rencana tersebut akan terlaksana pada 2027 mendatang.
Mahendra mengatakan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengambil alasan truk ODOL membuat infrastruktur jalan menjadi cepat rusak. Padahal hal tersebut pada dasarnya masih bisa diperdebatkan.
Dia menjelaskan setiap jalan memiliki batas maksimal tersendiri. Dia mencontohkan pada 2008 lalu, jalan tol bisa menahan bobot maksimal 10 sampai 12 ton per gandar.
Artinya jika satu mobil memiliki dua gandak maka bisa memuat barang sampai 24 ton supaya bisa aman melintas jalan tol.
Kalaupun ada alasan jalan cepat rusak, menurutnya hal tersebut masih harus diteliti kembali penyebab utamanya, karena bisa jadi bukan disebabkan ODOL melainkan struktur atau material jalan.
"Jika disebutkan ODOL menjadi penyebab utama kerusakan infrastruktur, itu masih bisa dibicarakan solusinya,"katanya.
Akan tetapi, lanjut Mahendra, Pemprov Jabar kurang berhitung terhadap dampak yang akan ditimbulkan apabila dilakukan pembatasan ODOL pada 2026 mendatang.
Akan ada dampak lanjutan yang besar terhadap ekonomi tanah air apabila kebijakan tersebut benar-benar diterapkan. Salah satunya adalah biaya produksi yang akan meningkat.
Mahendra menjelaskan, ODOL terjadi karena biaya transportasi yang mahal akibat beban pengusaha logistik yang tinggi.
Untuk mengatasi biaya mahal tersebut, pengusaha jasa logistik dan pengguna jasa melakukan penambahan kapasitas.