JAKARTA, AYOBOGOR.COM -- Pada Minggu (10/12), Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyayangkan Pemerintah Kota Batu, Jawa Timur, yang memakamkan jenazah mantan Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko di Taman Makam Pahlawan (TMP) Batu.
Protes pimpinan KPK tersebut karena saat meninggal Eddy Rumpoko telah berstatus sebagai terpidana korupsi dua kali, yang artinya sebagai sosok yang pelanggar hukum, merugikan negara, dan menghianati perjuangan rakyat Indonesia.
Sedangkan Pemerintah Kota Batu melalui Kepala Dinas Sosial (Dinsos), Ririck Mashuri beralasan, pihaknya hanya menjalankan Peraturan Menteri Sosial (Permensos Nomor 23/2014) sebagai pengelola TMP, sedangkan keputusan siapa yang pantas dimakamkan di TMP adalah kewenangan Garnisun sesuai inisiasi Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI).
Baca Juga: KJP Plus Tahap 2 Desember 2023 Sudah Cair Belum? Cek Penerima Pakai NIK di Link Berikut
Menanggapi polemik tersebut, Pengacara Publik Muhammad Mualimin berpendapat, setiap orang yang telah diputus bersalah oleh pengadilan dengan pidana berat (korupsi) mestinya tidak pantas dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP).
''Terpidana korupsi itu kan pidana serius. Koruptor jelas sosok yang berhianat kepada tujuan mulia negara Indonesia. Maka penghargaan yang diraih Eddy Rumpoko dari LVRI tahun 2015 mestinya tidak membuatnya pantas dimakamkan di TMP. Setiap yang dimakamkan di TMP akhirnya belum tentu mencerminkan sosok pahlawan,'' kata Muhammad Mualimin kepada AyoBogor.com, Minggu (10/12/2023).
Pengertian Terpidana, ucap Advokat PERADI Jakarta ini, dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berarti ''seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap''.
Baca Juga: Kemensos Terbitkan Surat Penting Menyoal Pemantauan Bansos PKH hingga Akhir Desember 2023, Ada Apa?
''Apapun jasa dan prestasi yang diraih, faktanya Eddy Rumpoko berstatus terpidana kasus korupsi sebanyak dua kali. Menurut saya ini cacat perilaku yang sulit dimaafkan karena korupsi merugikan banyak orang. Bagaimana mungkin pencuri hak rakyat dihormati dan disanjung dengan pemakaman TMP? Keputusan tersebut harus ditinjau ulang!'' ujarnya.
Taman Makam Pahlawan (TMP), jelas Mualimin, mestinya hanya menjadi tempat bagi sosok-sosok yang teladan, banyak berkorban untuk bangsa, dan amanah dalam menjalankan tugas dari lembaga negara.
''Guru yang mengabdi dengan jalan kaki dan berbulan-bulan tak digaji, atau aktivis HAM konsisten membela hak masyarakat, kalau mati lebih pantas dimakamkan di TMP ketimbang wali kota yang terbukti korupsi. Ke depan mestinya lebih selektif lagi siapa-siapa yang layak dikuburkan di sana (TMP),'' pungkasnya.