JAKARTA, AYOBOGOR.COM - Pada Rabu, 22 November 2023, Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Ketua KPK, Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dan/atau gratifikasi terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Setelah penetapan tersangka tersebut, Polda Metro Jaya ternyata tidak melakukan penahanan karena merasa belum perlu padahal ancaman hukuman yang dihadapi Firli di atas lima tahun, dan Firli telah dinonaktifkan sebagai Ketua KPK melalui Keputusan Presiden.
Menanggapi hal tersebut, Pengacara Publik Muhammad Mualimin mendesak agar penyidik di Polda Metro Jaya memutuskan melakukan penahanan kepada Firli Bahuri yang telah tersangka.
Baca Juga: Pemprov Jakarta Ancam Tutup Kafe karena Narkoba, Pengacara Publik Sebut Tindakan Tak Relevan
Alasannya, jelas Mualimin, semua tersangka korupsi yang ditangani KPK juga pasti ditahan usai ditetapkan tersangka.
"Semua orang yang ditetapkan tersangka oleh KPK pasti diikuti penahanan. Lha ini kenapa Firli tidak ditahan? Apa maksudnya Polda Metro ini? Tahan saja sudah, tunggu apa lagi?" kata Muhammad Mualimin kepada AyoBogor.com, Rabu (29/11/2023).
Berdasarkan syarat objektif penahanan, ucap Mualimin, sejatinya telah dipenuhi dalam kasus yang menimpa Firli Bahuri karena oleh penyidik diterapkan pasal 12e, 12B atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 65 KUHP.
"Mestinya setiap tersangka yang dituduh dengan Pasal Korupsi, harus ditahan. Tidak ada alasan lagi. Ketika menetapkan orang Tersangka, dalam hati Penyidik telah yakin bahwa orang tersebut bersalah, mustahil lolos dari vonis hakim," ujarnya.
Advokat PERADI Jakarta itu menerangkan, pihaknya khawatir Firli Bahuri melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat jalannya pengumpulan bukti kalau dibiarkan bebas keliaran.
"Jangan sampai tidak ditahannya tersangka malah membuatnya bermanuver menghilangkan bukti dan mempengaruhi saksi-saksi dengan segala daya kekuatannya. Ini bahaya ini," pungkasnya.
Sebagai informasi, seorang yang ditetapkan tersangka dapat ditahan atau tidak ditahan. Keputusan menahan tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan penyidik yang menangani perkara tersebut.
Adapun syarat-syarat (Subjektif) diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yaitu perintah penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dilakukan dalam hal: