AYOBOGOR.COM - Berikut informasi pelaksanan eksekusi bagi terpidana mati.
Beberapa waktu yang lalu, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memvonis mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dengan pidana hukuman mati, pada hari Senin, 13 Februari 2023.
Majelis Hakim menuntut hukuman berat kepada terdakwa Ferdy Sambo karena beberapa alasan.
Menurut Hakim tidak ada hal yang meringankan dalam perkara ini.
Selain itu, pembunuhan yang dilakukan Sambo juga dinilai telah mencoreng nama baik Polri.
Bagaimana pelaksanaan hukuman mati?
Dilansir dari Ayobandung.com dan mkri.id., berdasarkan UU Nomor 02/Pnps/1964, tata cara pelaksanaan pidana mati dengan cara ditembak hingga mati oleh Regu Penembak,
Pasal 1 dari UU Nomor 02/Pnps/1964, menentukan bahwa hukuman mati dilakukan dengan cara ditembak hingga mati.
Dalam Pasal 1 dari UU Nomor 02/Pnps/1964 tersebut, menimbulkan pengertian bahwa kematian yang akan diterima oleh Terpidana tidak sekaligus terjadi dalam “satu kali tembakan”, namun harus dilakukan secara berkali-kali hingga mati.
Dalam Pasal 14 ayat (4) dari UU Nomor 02/Pnps/1964 lebih memberikan penegasan atas kemungkinan tidak terjadinya kematian dalam satu kali tembakan, sehingga diperlukan tembakan pengakhir, dengan kalimat undang-undang yang berbunyi:
“Apabila setelah penembakan, terpidana masih memperlihatkan tanda-tanda
bahwa ia belum mati, maka Komandan Regu segera memerintahkan kepada
Bintara regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir"
Regu Penembak yang diberi tugas untuk mengeksekusi terpidana menurut Pasal 14 ayat (3) dalam UU 2/Pnps/1964 juncto UU 5/1969 diharuskan membidik pada jantung terpidana.
Pada Pasal 14 ayat (4) menentukan untuk mengarahkan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya pada kepala terpidana tepat di atas telinganya.
KUHP baru dapat selamatkan Ferdy Sambo
Meski sudah divonis mati, bahwa KUHP baru bisa menyelamatkan Ferdy Sambo dari regu tembak yang akan mengeksekusi dirinya.
Bahwasanya, aturan baru di KUHP terdapat aturan bagi seorang tervonis hukuman mati untuk menjalani masa percobaan selama 10 tahun. Hal ini dijelaskan oleh Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Dirjen PP), Dhahana Putra.
Pasal 100 KUHP baru memberikan kesempatan bagi tervonis hukuman mati untuk berbenah dan memperbaiki diri.
Tak cukup di situ, Pasal 100 Ayat (4) memberikan kesempatan bagi seorang tervonis hukuman mati untuk mengubah hukumannya menjadi hukuman pidana seumur hidup melalui putusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
Seorang tervonis pidana mati dapat menggunakan 10 tahun masa percobaan tersebut untuk menunjukkan dirinya layak diberikan kesempatan hidup. Adapun beberapa pihak turut dilibatkan untuk mempertimbangkan perubahan hukuman tersebut, yakni pihak ahli seperti psikolog.
Setelah ahli memberikan analisis mereka, maka dapat ditentukan apakah si tervonis layak untuk diberi hukuman seumur hidup.
Demikian informasi pelaksanan eksekusi bagi terpidana mati.