JAKARTA, AYOBOGOR.COM -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, pada Senin (13/11) membacakan tuntutan pidana 4 tahun penjara kepada aktivis senior KontraS dan Pendiri Lokataru, Haris Azhar.
Usai membacakan tuntutan, pengunjung sidang kemudian menyoraki jaksa dengan teriakan "Bacot, bacot!" hingga membuat Jaksa terlihat kesal.
Menanggapi hal itu, Jaksa mengatakan ''seseorang tak boleh berlindung di balik status aktivis. Jika label aktivis kebal hukum dan bebas dari hukum maka semua pelaku kejahatan akan membuat LSM untuk melindungi kejahatannya.''
Merespon kegaduhan di ruang sidang tersebut, Pengacara Publik Muhammad Mualimin mengkritik kerja Jaksa di Indonesia yang hanya disibukkan dengan perkara remeh dan tidak penting, sedangkan urusan sangat penting malah tidak dituntaskan misalnya pelanggaran HAM berat dan kasus hilangnya belasan aktivis reformasi.
''Demokrasi sebenarnya salah satu sistem agar tiap warga negara bebas berekspresi. Supaya kepenatan hidup jadi lepas dan lega. Dari pada memenjarakan Haris Azhar, lebih baik Jaksa mulai mengusut nasib Aktivis 98. Dimana keberadaan 13 orang yang dihilangkan? Selama 25 tahun, masa negara sebesar ini tidak punya sumber daya menemukan orang hilang?'' kata Muhammad Mualimin kepada AyoBogor.com, Selasa (14/11/2023).
Mantan Ketua Umum HMI Universitas Al Azhar Indonesia (HMI UAI) menjelaskan, Peristiwa 1965-1966, Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan orang secara paksa 1997-1998, Peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999, dan masih banyak lagi, merupakan aib nasional yang harusnya diusut, diungkap, dicari pelakunya, dan yang bertanggung jawab harus dipidana.
Baca Juga: Tiger 3, dari Sinopsis hingga Daftar Pemeran Film Bollywood 2023 Ini
''Orang diskusi di YouTube doang dipidana. Giliran beribu-ribu nyawa tak berdosa dibantai, puluhan orang hilang, tidak diusut. Seorang Jaksa harusnya lebih fokus mengejar pembunuh dan pembantai ketimbang membungkam orang ngerumpi. Sumber daya negara harus digunakan untuk membekap penjahat ketimbang mengancam iklim demokrasi,'' ujarnya.
Pengacara PERADI ini menerangkan, Jaksa harusnya tidak hanya jadi aparatus yang menerima berkas apapun yang disodorkan kepadanya, tapi juga aktif menggali dan mengejar siapapun yang diduga bertanggung jawab atas timbulkan pelanggaran HAM berat yang ada di sepanjang sejaran Indonesia.
''Kejaksaan sebenarnya memiliki tanggung jawab besar dalam membersihkan noda sejarah nasional. Komplotan pembantai dan pembunuh di masa lalu yang hilangkan ribuan nyawa harus dikejar walau berlindung di balik tembok kuasa dan ujung bedil. Jaksa bagai ksatria berpedang, siapapun memberi perlindungan untuk perampok maka harus dia tebas dan kalahkan,'' pungkasnya.
Baca Juga: Telat Cair, Penyaluran KJP Plus Tahap 2 November 2023 Ada Tambahan Dana? Cek Info KJP Bulan Ini
Di dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), beber Mualimin, sangat jelas dikatakan, ''Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.''
''Sampai sekarang Aktivis dan sastrawan Widji Thukul dan teman-temannya masih hilang. Apa yang dilakukan Kejaksaan? Kenapa ada orang hilang tidak dicari? Siapa pelakunya? Dimana mayatnya? Dimana kuburannya? Bukankah anak bangsa yang hilang dan tidak ditemukan jadi aib negara? Apa kita tidak malu? Bagaimana tanggung jawab negara melindungi warganya? Negara macam apa ini?'' ungkapnya.