Selain itu, karena fasilitas KRIS yang lebih bagus (berbeda dengan sebelumnya) sehingga dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit yang tidak cukup apabila iurannya sebesar Rp35.000 per orang dari kelas 3.
Artinya, pemerintah akan membebankan iuran di antara Rp35.000-Rp100.000 per bulan kepada para pengguna ini.
Timboel memperkirakan jika hal tersebut benar terjadi maka pemerintah akan membebankan iuran sebesar Rp70.000 per orang / bulan.
Hal ini tentu akan menguntungkan untuk kelas 1 dan 2 karena akan membayar lebih rendah tetapi ini akan menurunkan potensi pemasukan rumah sakit.
Baca Juga: Asyik! Warga Pendatang di Jakarta Kini Bisa Dapat Semua Jenis Bansos, Tapi Harus Penuhi Syarat Ini
Sementara itu, ketentuan ini akan merugikan kelas 3 karena harus membayar dengan jumlah yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Sehingga Timboel berharap agar pemerintah memberikan subsidi untuk kelas 3 sama seperti sebelumnya tetapi ia meragukan hal tersebut akan terjadi.
Padahal berdasarkan data pada Maret 2024, masih ada 15,3 juta peserta BPJS Kesehatan menunggak membayar iuran untuk ini dan sebagian besar dari kelas 3.
Setelah ditelusuri oleh BPJS dan UGM akhirnya ditemukan alasan bahwa mereka menunggak membayar iuran karena kemampuan ekonomi mereka yang hanya sampai di nominal Rp28.000 per bulan atau selisih Rp7.000 dari iuran kelas 3 yang sebesar Rp35.000.
Padahal kelas 3 nominal iuran yang sebenarnya adalah Rp42.000 tetapi disubsidi oleh pemerintah sebesar Rp7.000 maka nominalnya menjadi Rp35.000.
Walaupun sudah disubsidi oleh pemerintah, kenyataannya masih banyak yang belum sanggup melunasinya sehingga terus menerus menunggak.
3. Akan terjadi ketidakpuasan bagi pekerja di perusahaan milik swasta dan pekerja di perusahaan milik pemerintah yang selama ini dimasukkan sebagai peserta kelas 1 atau 2.
Sebab seperti diketahui, untuk kelas 1 dan 2 biasanya dihuni untuk 3 orang atau ada 3 buah tempat tidur.
Baca Juga: Alhamdulillah! Akhirnya PKH Mei-Juni 2024 Sudah SI di SIKS-NG, Cek Fakta Sebenarnya di Sini
4. Rumah sakit swasta akan kesulitan dalam merenovasi rumah sakit yang sesuai dengan Kamar Rawat Inap Standar karena terbatasnya anggaran yang dimiliki.