Oleh karena itu, penerapan atau pelaksanaan program ini tidak boleh mengorbankan belanja yang lebih rendah atau perhatian pada intervensi modal manusia penting lainnya sehingga penting untuk mendefinisikan dan menetapkan tujuan yang jelas untuk program makan di sekolah ini.
Hal ini untuk memastikan pelaksanaan yang efektif dan berbagai intervensi yang didukung merupakan cara yang paling hemat biaya untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Bank Dunia mengungkapkan biaya program makan di sekolah di beberapa negara sangat bervariasi.
Perbedaan harga ini dilihat dari beberapa hal yaitu pertama, pilihan modalitas intervensi (apakah berupa makanan atau snack atau ransum (makanan yang sudah ditentukan porsinya, biasanya dikemas dalam bentuk kaleng) yang dibawa pulang).
Kedua, kualitas makanan (komposisi dan ukuran), jenis pengadaan (lokal atau terpusat), jumlah KPM / PM, lokasi geografis (wilayah), konteks, logistik, dan kondisi iklim,
Atas tanggapan Bank Dunia mengenai makan di sekolah yang tidak bisa mencegah stunting ini membuat Airlangga memberikan tanggapannya, Jumat (28/6/2024).
Airlangga menyampaikan, program makan bergizi gratis bertujuan untuk pertumbuhan dan hal yang lainnya.
Airlangga menambahkan, program makan bergizi gratis dilakukan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat dibuktikan dengan skor pada Programme for International Student Assessment (PISA) (Program Penilaian Pelajar Internasional).
Sebagai informasi, PISA adalah Program Penilaian Pelajar Internasional yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) yang mana skor dirilis setiap 3 tahun sekali.
Secara global, skor PISA 2022 yang diikuti oleh 81 negara menurun termasuk negara Indonesia walaupun secara peringkat negara Indonesia mengalami kenaikan.
PISA Indonesia menilai kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam membaca, mengerjakan soal matematika, dan mengerjakan soal sains.
Hasilnya, secara konsisten berada di bawah rata-rata standar OECD dan hal ini menjadi penghambat Indonesia untuk bisa bergabung dengan OECD.
Berdasarkan catatan OECD, rata-rata skor siswa Indonesia dalam mengerjakan soal matematika adalah sebesar 366 poin sedangkan rata-rata skor OECD adalah sebesar 472 poin.
Kemudian, rata-rata skor siswa Indonesia dalam membaca adalah 359 poin sedangkan rata-rata skor OECD adalah sebesar 476 poin.
Terakhir, rata-rata skor sains siswa Indonesia adalah sebesar 383 poin sedangkan rata skor OECD adalah sebesar 485 poin.