AYOBOGOR.COM -- Sebuah petisi bertajuk “Kartu Merahkan Budie Arie” diterbitkan oleh organisasi pemerhati hak digital, SAFENet, pada Rabu (26/6/2024) sore, merespons peretasan Pusat Data Nasional Sementara yang terjadi pekan lalu.
Petisi ini berisi, salah satunya, menuntut mundurnya Budi Arie sebagai Menteri Kominfo sebagai bentuk pertanggungjawaban peretasan Pusat Data Nasional Sementara sejak 17 Juni 2024.
Hingga Kamis (27/6/2024) sore hari, petisi yang ditujukan pada Menteri Kominfo Budi Arie dan Presiden Jokowi terkait peretasan Pusat Data Nasional Sementara sudah mendapat 2.317 tandatangan dari target 2.500.
Baca Juga: Sebentar Lagi Lengser, Jokowi Gencar Bagi-bagi Bansos dan Beri Lampu Hijau untuk KPK
Seperti diketahui, pada Senin (24/6/2024), BSSN dan Kominfo mengumumkan siaran pers bahwa Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) terkena serangan siber berbentuk ransomware.
Serangan ini tercatat dimulai pada 17 Juni 2024 pukul 23.15 WIB dalam bentuk upaya penonaktifan Windows Defender yang memungkinkan aktivtas malicious dapat berjalan.
Selanjutnya, berdasarkan pernyataan juru bicara BSSN, Ariandi Putra (24/6/2024), aktivitas malicious mulai terjadi diantaranya melakukan file malicious, menghapus file system penting dan menonaktifkan service yang sedang berjalan.
Terhitung 20 Juni 2024 pukul 00.55, Windows Defender mengalami crashdan tidak bisa beroperasi. Informasi lain menyebutkan setidaknya 282 instansi pemerintah pengguna PDNS terdampak serangan siber ini.
Melalui petisi yang dilayangkannya, SAFE Net mempertanyakan lambatnya respons dan tanggung jawab pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sebab, berdasarkan rilis SAFENet, hingga 26 Juni 2024, atau 2 hari sejak siaran pers Kominfo tentang peretasan PDNS, belum ada penjelasan mendetail mengenai kejadian tersebut.
Baik itu kronologi, dampak dan penanganan yang dilakukan. Siaran pers yang dilangsungkan Kominfo pun dianggap lambat sebab baru dilaksanakan 3 hari setelah peretasan terjadi.
Padahal PDNS mencakup hak informasi publik, oleh karenanya seharusnya disampaikan secara terbuka kepada publik sesegera mungkin.
Sejatinya, ini bukan kali pertama terjadi serangan yang membahayakan data publik.