Sementara itu, menurut Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa ia masih akan memantau mengenai keluhan dari masyarakat terkait kebijakan ini bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Rabu (29/5/2024).
Di sisi lain, Basuki menegaskan jika setoran yang diberikan pekerja untuk ini tidak akan hilang karena benar-benar akan digunakan untuk pembelian rumah.
Menurut Muhammad Faisal selaku Ekonom CORE Indonesia bahwa kebijakan ini tidak tepat karena sebelumnya pekerja sudah memperoleh banyak potongan dari gaji mereka seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Bahkan, menurutnya tingkat konsumsi seperti pembelian rumah, kendaraan, barang-barang di kalangan masyarakat mengalami penurunan di tahun ini.
Ia juga menilai kebijakan ini akan membuat pekerja sulit mengejar harga lahan dan rumah yang dipotong setiap bulannya dari gaji pekerja selama sekian waktu bekerja.
Ia juga berharap pemerintah bisa menjembatani masyarakat agar masyarakat bisa membeli rumah yang sesuai dengan tipe yang mereka inginkan.
Menurut Shinta Widjaja Kamdani selaku Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan pihaknya menolak kebijakan tersebut.
Shinta juga mengungkapkan jika kebijakan ini sama seperti program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) sehingga tidak perlu membayar iuran untuk ini karena bisa memanfaatkan dari dana BPJS Ketenagakerjaan.
Lebih lanjut, Shinta menyampaikan jika pemerintah masih tetap akan menerapkannya maka diterapkan dulu untuk pegawai pemerintah seperti PNS dan TNI / Polri dan jika hasil evaluasi bagus kemudian baru dikaji untuk sektor swasta.
Sejalan dengan Apindo, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai kebijakan ini hanya akan membebani buruh dan rakyat.
Menurut KSPI, buruh yang mengikuti program ini belum tentu bisa mendapatkan rumah pada saat dirinya pensiun.
Hal ini juga diperparah dengan upah buruh yang tidak mengalami kenaikan selama tiga tahun berturut-turut. Bahkan, upah riil buruh mengalami penurunan sebesar 30 persen dalam waktu lima tahun terakhir.
KSPI juga menilai kebijakan ini tidak sesuai dengan yang tertera di dalam UUD 1945 bahwa pemerintah harus bisa menyediakan rumah yang murah untuk rakyat sebagaimana program kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah.
Namun, dalam program Tapera pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul iuran dari rakyat dan buruh.
Hal ini adalah tidak adil karena ketersediaan rumah merupakan tanggung jawab pemerintah dan menjadi hak rakyat.