Maulid Nabi Muhammad SAW Hanya Khusus 12 Rabiul Awal?

photo author
- Minggu, 16 Oktober 2022 | 10:37 WIB
Foto ilustrasi orang sedang melaksanakan salat. (Pixabay)
Foto ilustrasi orang sedang melaksanakan salat. (Pixabay)

وفي ليلة الجمعة الاثمن والعشرين منه عمل المولد النبوي وحضر الامراء والأعيان والقراء على العادة.

“Pada malam Jumat 28 Rabiul Awal dilaksanakan Maulid Nabi, dihadiri para pemimpin, para tokoh dan ahli qiraah seperti biasanya.” (Inba’ Al-Ghumr bi Abna’ Al-Umr, 2/151)

Kajian klasik

Sementara itu, Salah satu ulama yang membahas hal ihwal Maulid Nabi SAW adalah Imam As Suyuthi. Dia mengarang kitab Husnul Muqshid Fi Amalil Maulid, yang kini sudah diterjemahkan menjadi buku berjudul Tujuan Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW .

Imam As Suyuthi dalam karyanya itu, banyak mengungkapkan dalil-dalil bantahan kepada mereka yang anti maulid.

Pada bagian ini, Imam As Suyuthi secara khusus membahas tentang pendapat Syekh Tajuddin Umar bin Ali Al-Lakhmi as-Sakandari atau yang lebih dikenal dengan al-Fakihani.

Al-Fakihani merupakan ulama dari kalangan Mazhab Maliki yang berpendapat bahwa amaliah Maulid Nabi adalah bidah yang tercela.


Bahkan, ia mengarang kitab berjudul Al-Maulid fil Kalam al Amalil Maulid. Dalam buku ini, cukup panjang Imam As Suyuthi mengungkapkan pendapat Imam al-Fakihani tentang Maulid Nabi.

Imam al-Fakihani berpendapat bahwa perayaan Maulid Nabi SAW belum ia ketahui dalilnya sama sekali, baik di dalam Alquran maupun hadits.

Bahkan, ia menyebut maulid ini adalah bidah yang diada-adakan orang-orang yang berbuat salah dan bernafsu-syahwat terhadap makanan.

Dalam merespons hal itu, Imam As Suyuthi menyampaikan bahwa tidak adanya pengetahuan (tidak tahu) itu bukan berarti selalu berimplikasi pada tidak adanya dalil. Padahal, menurut dia, pimpinan ahli hadits, yaitu al-Hafidz Abul Fadhl Ibnu Hajar telah mengeluarkan hadis tentang dalil Maulid Nabi saw.

Hadis tersebut terdapat dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim yang berisi tentang Nabi SAW yang menanyai alasan orang Yahudi yang berpuasa di hari Asyura.

Jawaban Yahudi adalah karena sebagai bentuk syukur atas ditenggelamkannya Firaun pada hari itu, sehingga Nabi Musa AS pun selamat dari kejarannya.

Oleh karena itu, Nabi SAW juga menyuruh umatnya agar juga berpuasa di hari Asyura dan sekaligus hari Tasu’a (hari kesembilan bulan Muharram) sebagai pembeda dengan kaum Yahudi.

Hadits ini menjadi dalil bahwa bentuk syukur itu bisa diekspresikan dikarenakan atas anugerah Allah SWT berupa diberikannya nikmat atau dihindarkan dari bencana.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Husnul Khatimah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X