AYOBOGOR.COM -- Memasuki pekan keempat di bulan Januari, pencairan Bantuan Sosial (Bansos) 2025 mulai dilakukan secara bertahap, namun dengan kepastian bahwa program ini tetap berjalan sesuai dengan rencana.
Penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada tahap pertama tahun 2025 ini masih menggunakan data dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), meskipun nantinya di tahap kedua dan ketiga tahun 2025, pemerintah berencana untuk beralih ke data tunggal sosial ekonomi nasional yang baru.
Bagi banyak penerima manfaat, informasi ini memberikan kelegaan karena adanya keraguan terkait apakah mereka masih akan mendapatkan bantuan sosial di tahun 2025.
Keresahan tersebut kini terjawab, karena data DTKS masih digunakan untuk penyaluran bantuan pada tahap pertama. Artinya, warga yang menerima bantuan sosial di tahun 2024, seperti PKH dan BPNT, besar kemungkinan akan tetap menerima bantuan yang sama pada tahap pertama di awal tahun 2025.
Namun, perlu diingat bahwa meskipun data DTKS masih digunakan untuk tahap pertama, tidak semua Keluarga Penerima Manfaat (KPM) akan secara otomatis menerima bantuan. Sebab, ada sistem graduasi dalam penyaluran PKH, yang terbagi menjadi dua jenis: graduasi alamiah dan graduasi sejahtera.
- Graduasi Alamiah terjadi ketika dalam keluarga KPM, ada anggota yang sebelumnya termasuk dalam kategori penerima bantuan namun tidak lagi memenuhi kriteria, misalnya karena sudah tamat sekolah, meninggal dunia, atau keluar wilayah.
- Graduasi Sejahtera terjadi ketika KPM tersebut dianggap sudah mampu secara ekonomi dan bisa mandiri tanpa bantuan sosial, atau ketika KPM mengundurkan diri secara sukarela untuk memberikan kesempatan kepada warga lain yang lebih membutuhkan.
Selain itu, bantuan PKH adalah bantuan bersyarat yang diberikan oleh pemerintah kepada keluarga miskin atau rentan miskin yang tercatat di DTKS.
Setiap tahapan penyaluran bantuan PKH selalu melibatkan verifikasi data oleh pemerintah daerah, yang memastikan bahwa penerima manfaat adalah mereka yang benar-benar memenuhi kriteria. Oleh karena itu, meskipun menggunakan data DTKS di tahap pertama, tidak semua KPM dari tahun sebelumnya akan tetap menerima bantuan.
Lalu, bagaimana agar penerima PKH di tahun 2024 tetap bisa menerima bantuan pada tahap 1 2025? Berikut adalah tujuh syarat yang harus dipenuhi oleh KPM agar pencairan PKH dapat dilakukan:
1. Terdaftar dalam DTKS yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
2. Dinilai layak oleh pemerintah daerah berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan setiap bulan.
3. Masih memiliki komponen PKH, yang meliputi komponen kesehatan (ibu hamil, balita), pendidikan (anak usia SD, SMP, SMA), dan kesejahteraan sosial (lansia, disabilitas berat).
4. Terdaftar di Dapodik, khususnya bagi komponen pendidikan. Jika data Dapodik tidak aktif, bantuan untuk komponen pendidikan tidak bisa dicairkan.
5. Bukan menjadi penerima upah atau gaji di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kota (UMK).
6. Bukan pegawai atau pekerja yang gajinya bersumber dari negara, seperti ASN, TNI, Polri, atau pensiunan ASN, TNI, Polri.
7. Ditentukan sebagai penerima PKH tahap 1 2025 melalui sistem verifikasi terbaru.
Sementara itu, terkait jadwal pencairan, bocoran informasi dari pendamping sosial menunjukkan bahwa pencairan PKH tahap 1 2025 akan dilakukan per tiga bulan, sama seperti yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan informasi yang didapatkan, pencairan diperkirakan akan dilakukan pada akhir Februari atau awal Maret 2025. Penerima bantuan bisa mencairkan PKH melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau melalui PT Pos.
Adapun nominal bantuan PKH per tiga bulan untuk tahun 2025 adalah sebagai berikut:
- Ibu Hamil: Rp750.000 per 3 bulan (Rp3.000.000 per tahun)
- Anak Usia Dini (0-6 tahun): Rp750.000 per 3 bulan (Rp3.000.000 per tahun)
- Anak SD sederajat: Rp225.000 per 3 bulan (Rp900.000 per tahun)
- Anak SMP sederajat: Rp375.000 per 3 bulan (Rp1.500.000 per tahun)
- Anak SMA sederajat: Rp500.000 per 3 bulan (Rp2.000.000 per tahun)
- Lansia (60 tahun ke atas): Rp600.000 per 3 bulan (Rp2.400.000 per tahun)
- Disabilitas Berat: Rp600.000 per 3 bulan (Rp2.400.000 per tahun)