AYOBOGOR.COM - Sebuah video yang menampilkan penghentian kegiatan ibadah di Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, menjadi viral di media sosial.
Dalam rekaman tersebut, terlihat adanya perselisihan antara dua perempuan yang dikatakan sebagai jemaat dan seorang pria yang disebut sebagai ketua RT.
Kedua belah pihak saling berteriak dan saling menunjuk satu sama lain. Pertengkaran terus berlanjut sampai seorang pria lain mencoba untuk menghentikannya.
Dalam potongan video lainnya, tampak seorang wanita berbaju hitam yang juga dikatakan sebagai jemaat sedang berdiskusi dengan seorang pria berbaju merah. Wanita tersebut mempertanyakan alasan mengapa izin harus diminta sebelum mengadakan ibadah.
Wanita tersebut mengklaim sudah melaporkan masalah ini ke kantor desa. Kemudian, pria berbaju merah mencoba menjawab pertanyaan wanita tersebut, meskipun suaranya tidak terdengar dengan jelas.
"Narasi yang beredar di media sosial menyebutkan bahwa ibadah di Blok S.2 Graha Prima Baru Mangunjaya Tambun Selatan Bekasi telah dibubarkan oleh ketua RT pada hari Minggu tanggal 18 Juni 2023."
Kepolisian telah memberikan tanggapan terkait insiden ini. Kapolres Metro Bekasi, Kombes Twedi Aditya, mengatakan bahwa anggotanya sedang melakukan pengecekan di tempat kejadian perkara.
Hukum Bagi Pelaku Intoleransi
Pengaturan pidana yang didasarkan pada hukum tidak tertulis yang berlaku di masyarakat (Pasal 2 ayat 1 dan 2 RKUHP) merupakan tindakan yang menentang prinsip Negara Hukum yang bertujuan mencapai keadilan melalui kepastian hukum.
Dampaknya adalah terjadinya ketidakpastian dan kebebasan hukum yang sewenang-wenang. Hal ini dapat menyebabkan masalah besar seperti overkriminalisasi (peningkatan kriminalisasi yang berlebihan) dan tindakan persekusi, yang jelas-jelas menghambat kebebasan warga negara dari perlakuan hukuman yang sewenang-wenang.
Menjadikan Agama sebagai Subjek Perlindungan Hukum Pidana Pasal-pasal 313 hingga 318 dalam RKUHP yang tergolong sebagai "Tindak Pidana terhadap Agama dan Kehidupan Beragama" telah menjadikan agama sebagai subjek perlindungan hukum pidana.
Konsepsi perlindungan semacam ini tidak lazim dalam praktik hukum pidana modern di berbagai negara, dan dianggap tidak masuk akal. Hukum pidana modern hanya melindungi hal-hal yang jelas dan dapat diukur secara objektif, seperti tubuh manusia, properti, dan lingkungan hidup.
Selain itu, jika agama dijadikan sebagai subjek perlindungan hukum pidana, hal ini dapat menyebabkan konflik internal di kalangan umat beragama.
Sumber Menguatnya Intoleransi dan Persekusi di Masyarakat Pada masih diaturkannya pasal-pasal penghinaan agama dalam hukum pidana (Pasal 313 dan 314 RKUHP), pemerintah Republik Indonesia justru memelihara konflik keagamaan.