AYOBOGOR.COM -- Pemerintah Indonesia melakukan perubahan besar dalam sistem penyaluran bantuan sosial (bansos), khususnya Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Perubahan ini terkait dengan penggunaan data penerima yang kini tidak lagi mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) seperti pada tahap sebelumnya. Sebagai pengganti, kini digunakan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo melalui Instruksi Presiden (Inpres) nomor 4 Tahun 2025.
Gus Ipul, Menteri Sosial Republik Indonesia, menjelaskan dalam pernyataannya bahwa penggunaan DTSEN ini menggantikan DTKS yang selama ini digunakan sebagai acuan dalam penyaluran bantuan sosial.
Keputusan ini diambil setelah diterbitkannya Inpres yang mengatur penggunaan DTSEN, yang merupakan data tunggal yang mencakup seluruh penduduk Indonesia, mulai dari lapisan terbawah hingga teratas.
Menurut Gus Ipul, dengan penggantian ini, data penerima bansos menjadi lebih terintegrasi dan akurat, yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas program pemberantasan kemiskinan dan memastikan bantuan sosial sampai kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Sebelumnya, penyaluran bantuan sosial seringkali menggunakan berbagai sumber data yang berbeda, yang menyebabkan adanya ketidaksesuaian dalam penerima bantuan.
Dengan adanya DTSEN, kini penyaluran bantuan sosial akan lebih terorganisir dan mengacu pada satu data tunggal. Hal ini juga diharapkan dapat memperbaiki sistem pendataan sosial yang lebih efisien dan terkoordinasi.
Selain itu, Gus Ipul juga mengungkapkan bahwa pada tahap pencairan bantuan sosial PKH dan BPNT, yang akan dilakukan pada triwulan kedua 2025, hanya ada tiga pengelompokan penerima yang dianggap layak untuk menerima bantuan. Masyarakat yang selama ini menerima bantuan PKH perlu memahami aturan terbaru ini, karena terdapat beberapa perubahan dalam persyaratan untuk menjadi penerima bantuan.
Program Keluarga Harapan (PKH) sendiri, yang merupakan bantuan bersyarat, hanya akan diberikan kepada keluarga miskin yang memenuhi kriteria tertentu. Untuk menjadi peserta PKH, keluarga harus memenuhi beberapa komponen, di antaranya adalah kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
Terkait dengan komponen kesehatan, misalnya, ibu hamil yang baru memiliki dua anak tidak akan lagi memenuhi syarat untuk menerima bantuan. Selain itu, anak usia dini yang sudah lebih dari 6 tahun juga tidak lagi termasuk dalam kategori penerima bantuan pada komponen ini.
Gus Ipul menjelaskan lebih lanjut bahwa penerima bantuan PKH harus terdaftar dalam data DTSEN dan memiliki anggota keluarga yang memenuhi kriteria.
Ada tiga kelompok komponen dalam PKH, yaitu komponen kesehatan yang mencakup ibu hamil dan anak usia dini, komponen pendidikan yang mencakup anak-anak yang bersekolah, serta komponen kesejahteraan sosial untuk disabilitas berat, lansia, dan keluarga korban pelanggaran HAM berat.
Untuk kelompok kesejahteraan sosial, bantuan PKH untuk lansia dan disabilitas berat masing-masing sebesar Rp2,4 juta per tahun, sedangkan untuk keluarga korban pelanggaran HAM berat, bantuannya mencapai Rp10,8 juta per tahun. Dengan adanya perubahan data ini, diharapkan seluruh data keluarga miskin dan rentan dapat tercatat dengan akurat dan tidak ada lagi penerima yang tidak memenuhi syarat.
Ke depannya, perubahan ini akan menjadi tonggak sejarah dalam penyempurnaan sistem data kependudukan di Indonesia. Pemerintah daerah juga dapat mengajukan perubahan data melalui jalur formal, sementara masyarakat dapat memberikan partisipasi dalam memperbarui data tersebut.