AYOBOGOR.COM - Lesotho, sebuah negara kecil di Afrika, menjadi pusat perhatian setelah Presiden Donald Trump menetapkan tarif perdagangan tertinggi terhadapnya pada bulan Maret 2025.
Tarif yang disebut "Liberation Day" ini mencakup pungutan sebesar 50% terhadap impor dari Lesotho, yang membuatnya menjadi negara yang paling terpengaruh oleh kebijakan ini.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar, terutama bagi sektor tekstil Lesotho yang sangat bergantung pada pasar AS.
Baca Juga: Fix! Inilah Bansos Pertama yang Akan Cair Setelah Lebaran 2025
Menteri Perdagangan Lesotho, Mokhethi Shelile, mengungkapkan kekhawatirannya terkait penutupan pabrik dan kehilangan pekerjaan.
Negara ini memiliki 11 pabrik tekstil yang mengekspor produk seperti jeans ke AS dan menyediakan pekerjaan bagi sekitar 12.000 orang.
Shelile mengungkapkan bahwa mereka sedang berusaha mencari solusi, sambil memperingatkan bahwa Lesotho harus mulai mendiversifikasi hubungan dagangnya, mengurangi ketergantungan pada AS.
Penerapan tarif ini berdasarkan rumus yang menghitung ketidakseimbangan perdagangan, termasuk manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan lainnya.
Baca Juga: Kuasa Hukum Ridwan Kamil Tak Mau Komentari Apapun Terkait Pernyataan Ayu Aulia
Gedung Putih mengklaim bahwa Lesotho mengenakan tarif sebesar 99% terhadap impor AS, yang menjadi alasan utama penerapan tarif tinggi ini.
Profil Lesotho, Negara Enklave yang Menarik
Lesotho, yang terletak sepenuhnya di dalam wilayah Afrika Selatan, memiliki luas sekitar 11.720 mil persegi dan jumlah penduduk sekitar 2,3 juta jiwa.
Negara ini dikenal dengan julukan "Swiss-nya Afrika" karena keindahan pegunungannya, dengan sebagian besar wilayahnya berada di ketinggian 5.900 kaki di atas permukaan laut. Puncak tertingginya, Gunung Thabana Ntlenyana, mencapai 11.424 kaki.
Baca Juga: Catat! Ini Jadwal Pelayanan SIM Keliling Polres Bogor Selama Bulan April 2025