AYOBOGOR.COM - Bojonegoro, Kabupaten di Jawa Timur yang dikenal sebagai penghasil minyak dan gas (migas), ternyata memiliki upah minimum yang tidak setinggi yang diperkirakan.
Meskipun daerah ini memiliki 13 desa penghasil migas, sektor migas tidak sepenuhnya tercermin dalam angka Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang diterima oleh pekerja.
Kabupaten Bojonegoro terkenal dengan sejumlah lapangan migas besar, seperti Banyu Urip, Kedung Keris, Jambaran Tiung Biru, dan sumur minyak tradisional.
Baca Juga: Sudah Jadi PNS Sejak 1975 Lalu Kini Terpilih Jadi Bupati Blitar, Segini Harta Kekayaan Rijanto
Beberapa desa di Bojonegoro, seperti Mojodelik, Gayam, dan Bandungrejo, menjadi desa penghasil migas utama yang menyuplai lapangan minyak dan gas.
Namun, meski kekayaan alam ini melimpah, kontribusi migas terhadap perekonomian setempat tidak selalu berbanding lurus dengan kesejahteraan tenaga kerja.
UMK yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro adalah hasil penyesuaian dengan kondisi ekonomi daerah dan kemampuan perusahaan.
Hal ini tentu saja menciptakan ketidakseimbangan antara tingkat kekayaan alam dan kesejahteraan pekerja di lapangan.
Baca Juga: Berkah Ramadhan! Ada Saldo Masuk KKS, Intip Apa Saja Bansos yang Digelontorkan Kemensos
Pada 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerbitkan Keputusan Gubernur terkait UMK yang memberikan kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Keputusan ini mengatur kenaikan UMK di berbagai kabupaten/kota untuk menciptakan upah yang lebih realistis sesuai dengan kondisi daerah.
Salah satu daerah yang mendapatkan perhatian adalah Bojonegoro, yang meski menjadi penghasil migas, masih menghadapi tantangan dalam penetapan UMK yang sesuai dengan kebutuhan hidup pekerja.
Pekerja di Bojonegoro, terutama mereka yang bekerja di sektor formal dengan masa kerja kurang dari satu tahun, harus mengetahui besaran UMK yang berlaku.