Namun, ketika melihat rasio pendapatan penduduk Indonesia, Suharso menunjukkan gap atau ketimpangan yang cukup besar.
Ada 10 persen, atau kurang dari 10 juta orang, dengan pendapatan lebih dari Rp23 juta per bulan, dengan jumlah atau beban anggota keluarga kurang dari 5 orang.
Di saat yang sama, ada 25 persen atau sekitar 40 juta pekerja Indonesia yang berpenghasilan kurang dari Rp5 juta per bulan dengan jumlah anggota keluarga miskin lebih dari 5 orang.
25 persen atau 40 juta pekerja inilah yang disebut KPM, yakni keluarga yang merupakan sasaran belanja bantuan sosial negara.
Meski demikian, Suharso belum memastikan apakah ke depannya jumlah KPM penerima Bansos akan berjumlah sedikitnya 40 juta orang ini.
Terkait implementasi Regsosek di seluruh lembaga kementerian terkait, Menko Airlangga menerangkan beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan data ini.
Yakni memerhatikan aspek akses terhadap pekerjaan, peningkatan SDM, peningkatan kapasitas UMKM, serta akses pembiayaan UMKM.
Airlangga juga menginstruksikan sinkronisasi pendataan yang ada di kementerian terkait dengan Regsosek.
Dalam hal ini tak terkecuali DTKS Kemensos yang selama ini menjadi rujukan utama penentuan KPM penerima Bansos.
DTKS Kemensos sebagai basis data memang tengah dipertanyakan, utamanya mengenai ketepatan sasaran.
Sebab realisasi di lapangan ditemukan 46 persen exclusion error, yaitu kesalahan pendataan di mana yang seharusnya tercatat tetapi tidak tercatat sebagai penerima manfaat.
Mengenai hal ini, Suharso juga singgung bahwa ia menemukan ada keluarga pejabat eselon I yang turut kebagian Bansos. Namun, keluarga tersebut secara sukarela memberikannya kepada orang lain yang lebih membutuhkan.***