Anggota DPR Marah-marah Soal KRIS BPJS Kesehatan: Tidak Adil dan Menyusahkan Rakyat

photo author
- Jumat, 7 Juni 2024 | 19:03 WIB
Anggota DPR Marah-marah Soal KRIS BPJS Kesehatan: Tidak Adil dan Menyusahkan Rakyat (berita.depok.go.id)
Anggota DPR Marah-marah Soal KRIS BPJS Kesehatan: Tidak Adil dan Menyusahkan Rakyat (berita.depok.go.id)

Ia meyakini kebijakan ini akan menaikan iuran untuk kelas 3 sehingga ia pun mempertanyakan asas keadilan kebijakan ini.

Menurutnya, kebijakan ini hanya akan menyusahkan rakyat dan apabila ingin mengakomodir asuransi swasta tidak usah menerapkan kebijakan seperti ini.

Kemudian, ia mempertanyakan mengenai Kelas Rawat Inap Standar yang tidak berlaku untuk perawatan intensif (pelayanan rawat inap untuk pasien jiwa, pelayanan rawat inap untuk bayi atau perinatologi, dan perawatan yang memiliki fasilitas khusus).

Kemudian, ia kembali mengingatkan mengenai peserta kelas 3 sebesar 30 persen yang menunggak membayar iuran.

Menurutnya, penerapan kebijakan ini juga harus didiskusikan dengan Menteri Keuangan (Menkeu) agar peserta kelas 3 yang menunggak dibantu dibayarkan oleh pemerintah dengan subsidi, diputihkan. Kemudian, mereka bisa kembali mendapatkan pelayanan dan kembali membayar iuran seperti biasanya. Bantuan ini hanya diberikan sekali dan setelah itu diberikan hukuman jika kunjung tidak membayar iuran.

Menurutnya juga, pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan investor yang masuk ke Indonesia sehingga lapangan pekerjaan itu menyempit yang menyebabkan tingginya angka pengangguran. Kemudian, dibebankan pula dengan KRIS dengan satu jenis iuran dan diperparah dengan hadirnya Tapera.

Ia mengungkit soal iuran BPJS Kesehatan sebesar 1 persen, BPJS Ketenagakerjaan sebesar 2 persen, dan Tapera 3 persen sehingga apabila dijumlahkan menjadi 6 persen serta belum ditambah dengan nominal iuran BPJS Kesehatan yang baru untuk Kamar Rawat Inap Standar.

Sebagai penutup, ia meminta agar kajian akademis Kamar Rawat Inap Standar diberikan kepada pihaknya agar pihaknya bisa menelaah mengenai kebijakan ini dan di daerah pilih (dapil)-nya belum ada rumah sakit yang siap menerima kebijakan ini.

Menurutnya, sebaiknya yang perlu ditingkatkan adalah jumlah tenaga medis, peralatan kesehatan, dan fasilitas kesehatan lainnya.

Menurutnya juga apabila penerapan kebijakan ini belum siap dilaksanakan sebaiknya jangan dilaksanakan karena ia prihatin dengan BPJS Kesehatan yang harus menanggung hal ini. Jika rumah sakit tidak mau menerima pasien maka BPJS Kesehatan-lah yang akan disalahkan sehingga ia pun mempertanyakan keberadaan pemerintah jika persoalan ini terjadi.

Senada dengan Irma, Netty Prasetiyani selaku anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS menyampaikan agar kebijakan ini untuk dipertimbangkan ulang.

Pasalnya belum ada kebijakan ini, tren antrean di sejumlah rumah sakit sudah mengular di beberapa wilayah. Bahkan, permasalahan lainnya seperti sudah mengantre panjang tetapi ternyata dokternya tidak ada. Kemudian, masalah lainnya lagi seperti nomor urut yang lama hingga obat yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Ia berharap kebijakan ini tidak akan menimbulkan masalah baru dan bisa sesuai dengan amanat konstitusi (asas keadilan) serta tidak membuat antrean terlalu panjang di rumah sakit.

Ia mempertanyakan apakah kebijakan Kamar Rawat Inap Standar ini bisa menyelesaikan inti masalah yang dihadapi oleh masyarakat yang adalah bagaimana mereka dengan cepat dan mudah mengakses layanan kesehatan.

Menurunya, bisa jadi ada pasien yang terpaksa mendatangi rumah sakit yang tidak menerima BPJS Kesehatan karena masalah antrean dan penolakan dari rumah sakit yang menerima BPJS Kesehatan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Katarina Erlita

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X