"Safed itu kota tempat ayah saya tinggal selama ratusan tahun bersama ayahnya, kakeknya, kakek buyutnya, dan seterusnya.
Ada sebuah kapal datang dari Polandia berisi pengungsi-pengungsi Yahudi dari Polandia dan Jerman dan mereka pergi ke beberapa negara.
Pertama mereka pergi ke Amerika, lalu ke Kuba dan mereka pergi lagi. Sehingga akhirnya mereka datang ke Haifa, dan lucunya, Haifa adalah pelabuhan yang dibangun oleh kakek buyut saya.
Mereka memasang spanduk di sisi perahu mereka "Kami kehilangan rumah kami di Jerman. Jangan hancurkan harapan kami di negara Anda".
Akhirnya penduduk setempat menerima mereka, masing-masing menerima dua keluarga. Sisanya sudah meninggal.
Dan mereka dibawa ke rumah kami, ke rumah ayah saya dan mereka tinggal bersama kami selama 2,5 tahun.
Saat ibu saya sedang mengandung saya, dia pergi ke Nazira ke rumah orangtuanya. Saya lahir. Dan saya baru berusia 9 hari ketika ibu saya kembali ke Safed untuk membawa saya pulang ke rumah.
Kami diusir dan tidak boleh masuk. Faktanya, saya kembali ke rumah dan mereka bahkan tidak mengizinkan kami masuk ke dalam rumah kami.
Ketika ibu saya memohon untuk mengambil selendang agar bisa dipakai untuk menggendong saya, mereka tidak mengizinkannya.
Akhirnya ibu saya terpaksa pindah ke kamp pengungsian di Suriah," katanya.