Terkait ini, pengamat politik dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Mahi M Hikmat sependapat bahwa pencalonan Gibran bisa menjadi bumerang Prabowo ke depannya.
"Khawatir hal itu akan menjadi bumerang bagi pencalonan Pak Prabowo. Oleh karena itu, akan lebih baik jika Pak Prabowo memilih calon wakil presiden lain," katanya, Rabu, 8 November 2023, dikutip Ayobandung.com.
Jika tetap dipaksakan, hal tersebut bisa berdampak pula pada kepercayaan pemilih terhadap Menteri Pertahanan tersebut. "Khawatir juga berdampak pada melorotnya kepercayaan rakyat," katanya.
Pencalonan Prabowo paling kuat
Bisa dianggap, pencalonan Prabowo menjadi calon presiden pada Pemilu 2024 menjadi yang 'terkuat' atau potensial dibanding pemilu-pemilu sebelumnya.
Prabowo sendiri tercatat sudah mencoba mengikuti pemilu sejak tahun 2004. Namun dia selalu gagal.
Pada Pemilu 2004, dia mencoba masuk ke konvensi Partai Golkar saat masih berbaju 'kuning'. Namun kalah oleh Wiranto di internal partai.
Pada 2009, dengan wadah baru, Partai Gerindra, dia mencoba menjadi cawapres pendamping Megawati Soekarnoputri. Namun kalah oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono.
Pada 2014, ia mencoba lagi dengan mencalonkan diri sebagai capres dengan ditemani Hatta Rajasa sebagai cawapres. Tapi Jokowi sebagai pendatang baru, menang kompetisi bersama Jusuf Kalla.
Lima tahun setelahnya dia optimis dengan menggandeng Sandiaga Salahudin Uno. Sayang, kompetisi itu dimenangkan lagi Jokowi yang kala itu menggandeng Ma'ruf Amin.
Sejatinya Pilpres 2024 adalah modal terbesar Prabowo untuk memenangkan kompetisi. Terlebih, dirinya sudah mendapat 'restu' dari kubu Jokowi.
Setidaknya sembilan partai menjadi pendukungnya, dan merupakan dukungan terbanyak dari partai dibanding kontestan lain.
Selain itu, survei-survei banyak yang memperlihatkan elektabilitas Prabowo di atas kontestan lain. Hanya saja, masalah di kubunya kini begitu dilematis.