nasional

Metode Pemerintah dan NU dengan Muhammadiyah dalam Menentukan 1 Syawal

Kamis, 20 April 2023 | 21:16 WIB
Pemantauan hilal 1 Syawal 1444 H

Selain itu pemerintah menggunakan gabungan antara metode hisab dan rukyat dengan mengacu pada kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) yang kemudian ditetapkan melalui sidang isbat.

Sebelumnya, anggota Tim Hisab Rukyatul Hisab Kemenag, Ing Khafid, mengatakan di banyak daerah memang sudah terlihat hilal oleh mata telanjang.

Namun, kata dia, derajat posisi hilal tersebut belum memenuhi persyaratan yang diratifikasi oleh Indonesia, Brunei, Singapura, dan Malaysia.

Dilansir dari NU Online, ada empat ketentuan yang NU terapkan dalam menggunakan metode rukyatul hilal:

1. Jika hilal di bawah ufuk

Jika hilal masih di bawah ufuk atau minus di bawah 0 derajat, maka rukyah tidak lagi berlaku fardu kifayah.

Hal ini mengingat hilal tidak mungkin dapat dilihat karena posisinya berada di bawah ufuk. Dengan begitu, secara otomatis berlaku istikmal, yaitu bulan sebelumnya digenapkan menjadi 30 hari.

"Apabila hilal berada di bawah ufuk berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, maka rukyah hilal tidak bersifat fardhu kifayah dan keputusannya adalah istikmal," tulis poin pertama (a) dalam Seputar Penentuan Idul Fitri 1444 H.

2. Jika hilal teramati

Jika hilal dapat teramati dengan posisinya yang sudah mencapai kriteria imkan rukyah (visibilitas hilal, kemungkinan hilal bisa teramati) yang dipedomani oleh NU, maka kesaksian perukyat tersebut dapat diterima.

Dengan begitu, bulan berlaku isbat. Artinya, bulan hanya berumur 29 hari dan esoknya sudah mulai bulan baru.

"Apabila hilal terukyah bil fi’li dan posisinya telah melebihi kriteria imkan rukyah Nahdlatul Ulama berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, maka kesaksian diterima dan berlaku isbat," lanjut poin kedua (b).

3. Jika hilal melebihi kriteria imkan rukyah

Jika hilal telah melebihi kriteria imkan rukyah yang dipedomani NU, tetapi hilal tidak teramati di seluruh titik di Indonesia, maka berlaku istikmal. "Serupa dengan butir (b) di atas namun apabila hilal tidak terukyah bil fi’li maka berlaku istikmal," lanjut poin ketiga (c).

4. Jika hilal sudah tinggi

Halaman:

Tags

Terkini