Proyek pengolahan air laut menjadi garam industri yang sedang dikembangkan di Rembang diprediksi tidak akan menimbulkan persaingan dengan garam krosok.
Pasalnya, garam industri digunakan sebagai bahan baku industri, sedangkan garam krosok diperuntukkan untuk konsumsi dan sektor perikanan.
Hal ini membuka peluang bagi kemitraan antara petani garam lokal dan perusahaan garam industri, yang akan saling mendukung untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas garam yang diproduksi.
Peluang Investasi dan Pengembangan Industri Garam
Kebutuhan garam nasional terus meningkat, dengan rata-rata kenaikan 25% setiap tahun. Pada 2019, kebutuhan garam nasional mencapai 4,2 juta ton, sementara produksi garam domestik masih jauh dari mencukupi, dengan rata-rata produksi hanya 1,75 juta ton dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Untuk memenuhi kekurangan ini, Indonesia masih bergantung pada impor, dengan rata-rata impor mencapai 2,4 juta ton per tahun.
Dengan garis pantai sepanjang 62 km, Kabupaten Rembang memiliki potensi besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Jika potensi laut ini dikelola dengan baik, maka Rembang bisa menjadi pusat pengolahan garam yang mampu memenuhi kebutuhan industri dan konsumsi di Indonesia.
Pelantikan Harno dan Hanies Cholil Barro membuka lembaran baru bagi Kabupaten Rembang, yang memiliki potensi luar biasa dalam sektor perikanan dan garam.
Dengan fokus pada pembangunan infrastruktur dan layanan kesehatan, serta pemanfaatan potensi besar dalam industri garam, kepemimpinan mereka diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat Rembang dan berkontribusi pada kebutuhan garam nasional.***