AYOBOGOR.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp60 miliar.
Penetapan ini mengejutkan publik karena jumlah tersebut jauh melampaui total harta kekayaan Arif yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), yakni hanya Rp3,16 miliar.
Dugaan gratifikasi tersebut berkaitan dengan pengaturan putusan bebas (ontslag) dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah, ketika Arif masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Baca Juga: Ayu Aulia Buat Undangan Terbuka untuk Konferensi Pers, Janji Sebar Bukti Bombastis!
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Arif diduga menerima uang suap melalui WG, Panitera Muda PN Jakarta Utara, yang dikenal sebagai orang kepercayaannya.
“Penyidik menemukan bukti bahwa yang bersangkutan telah menerima Rp60 miliar untuk mengatur putusan,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Sabtu 12 April 2025.
Laporan LHKPN Arif tertanggal 10 Januari 2025 menunjukkan rincian harta kekayaan sebagai berikut:
- Tanah dan Bangunan: Rp1.235.000.000. Termasuk hibah tanpa akta dua bidang tanah di Sidenreng Rappang senilai total Rp125 juta, serta dua properti hasil sendiri di Tegal senilai Rp1,11 miliar.
- Kendaraan: Rp154.000.000, terdiri dari sepeda motor Honda tahun 2011 senilai Rp4 juta dan mobil Honda CRV 2011 seharga Rp150 juta.
- Harta Bergerak Lainnya: Rp91.000.000.
- Surat Berharga: Rp1.100.000.000.
- Kas dan Setara Kas: Rp515.855.801.
- Harta Lainnya: Rp72.545.550.
Baca Juga: Kumpulan Contoh Soal Latihan Tes Akhlak Untuk Rekrutmen Bersama BUMN 2025 dan Jawabannya
Tidak ada utang yang dilaporkan. Total kekayaan bersih: Rp3.168.401.351. Ketimpangan besar antara harta resmi dan dugaan gratifikasi menjadi sorotan tajam publik.
Apalagi, aliran dana sebesar Rp60 miliar disebut-sebut digunakan untuk memengaruhi hasil putusan pengadilan.
Kejagung kini juga menyelidiki apakah tiga hakim yang ditunjuk dalam kasus tersebut turut menerima aliran dana. Arif bersama dua advokat telah ditahan di Rutan Salemba, sementara WG ditahan di Rutan KPK.
Kasus ini menambah daftar panjang catatan kelam dunia peradilan Indonesia, dan menjadi peringatan keras bagi semua aparat penegak hukum agar menjunjung tinggi integritas serta transparansi.***