AYOBOGOR.COM - Indonesian Audit Watch (IAW) mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit investigatif terhadap kerja sama operasional (KSO) yang melibatkan PTPN VIII dan berbagai tenant serta Koperasi Serba Usaha (KSU). Desakan ini muncul setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap adanya berbagai dugaan pelanggaran dalam pengelolaan lahan yang berpotensi merugikan negara.
Menurut Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, temuan KLHK ini harus menjadi pemicu untuk membongkar lebih dalam jaringan kerja sama yang melibatkan PTPN VIII dengan tenant bermasalah. “BPK harus segera turun dengan audit investigatif. Ini bukan uang PTPN semata — ini uang negara, uang rakyat,” tegasnya, Senin, 17 Maret 2025.
Pola penyimpangan yang ditemukan KLHK bukan hanya menyangkut pelanggaran administratif, tetapi juga berpotensi mengarah pada penyalahgunaan wewenang dan indikasi korupsi. Tenant dan KSU yang bermitra dengan PTPN VIII diduga telah mengubah fungsi lahan secara ilegal, memanipulasi izin, dan mengabaikan regulasi lingkungan yang berlaku.
IAW menilai bahwa penyimpangan dalam pengelolaan lahan ini dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi negara. Selain hilangnya pendapatan dari sektor perkebunan, negara juga harus menanggung biaya pemulihan lingkungan akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh pengelolaan lahan yang tidak bertanggung jawab.
Dalam pandangan IAW, praktik ini bukan hanya soal izin dan lingkungan, tetapi juga menunjukkan potensi adanya korupsi yang melibatkan pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kerja sama dengan BUMN untuk kepentingan pribadi atau kelompok. “Kalau lahan negara dialihfungsikan tanpa izin dan tenant-tenant ini bebas beroperasi, siapa yang bertanggung jawab? Ini bukan sekadar pelanggaran administratif,” ujar Iskandar.
Berdasarkan temuan KLHK, IAW mencurigai adanya abuse of power oleh oknum-oknum yang memanfaatkan skema kerja sama ini untuk keuntungan pribadi. Iskandar menegaskan bahwa hal ini sudah masuk dalam ranah tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
IAW mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Polri segera turun tangan untuk mengusut tuntas skandal ini. “Kami mendesak agar KPK, Kejaksaan, dan Polri bersinergi. Ini bisa masuk ranah Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi,” tambahnya.
Selain itu, IAW juga meminta KLHK untuk tidak berhenti pada temuan awal, tetapi segera menindaklanjuti dengan langkah hukum yang konkret. “Kami yakin, jika audit investigatif ini dilakukan, akan terbongkar lebih banyak penyimpangan. Ini bukan soal proyek wisata atau bisnis biasa. Ini soal penyelamatan aset negara yang telah dikelola seenaknya,” ujar Iskandar.
Dengan adanya desakan ini, IAW berharap skema bisnis gelap yang merugikan negara bisa dibongkar hingga ke akar-akarnya. Langkah hukum yang tegas harus diambil untuk memastikan bahwa aset negara tidak lagi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.