Apabila tidak termasuk ke dalam salah satunya maka tidak layak ditetapkan sebagai penerima BPNT.
Penetapan ketidaklayakan untuk menerima BPNT bisa terjadi pada pertengahan atau sejak awal penentuan.
Misalnya, ada KPM yang awalnya mendapatkan ini tetapi tiba-tiba setelah beberapa tahapan dihentikan sebagai penerima ini.
Hal itu dikarenakan KPM dinyatakan sudah mampu (memiliki pendapatan setara hingga di atas UMK/UMP) atau sudah meninggal dunia.
Sehingga status bantuan sosialnya dihentikan dan tidak diserahkan kepada wali serta datanya akan atau sudah dihapus di DTKS.
Adapun berbagai nominal yang cair pada awal Mei 2024 adalah Rp2.700.000, Rp2.550.000, dan Rp2.400.000.
Nominal Rp2.700.000 terdiri dari komponen PKH ibu hamil, anak pra sekolah (0-6 tahun) (Rp750.000 + Rp750.000), dan lansia sebanyak dua orang (Rp600.000 + Rp600.000).
Jadi, apabila dijumlahkan atau ditotal menjadi Rp1.500.000 + Rp 1.200.000 = Rp2.700.000 (terdiri dari empat komponen PKH).
Kemudian, nominal Rp2.550.000 terdiri dari komponen PKH anak pra sekolah (Rp750.000) dan lansia sebanyak 3 orang (Rp600.000 + Rp600.000 + Rp 600.000).
Jadi, apabila dijumlahkan atau ditotal menjadi Rp750.000 + Rp 1.800.000 = Rp2.550.000 (terdiri dari empat komponen PKH).
Selanjutnya, nominal Rp2.400.000 terdiri dari komponen PKH lansia sebanyak 4 orang (Rp600.000 × 4).
Bantuan sosial berbagai nominal tersebut dipastikan cair pada satu daerah yang sama karena terlihat terdata dalam satu danom (daftar nominatif) tetapi Amran tidak menyebutkan daerah mana yang mendapatkan ini.
Namun, diperkirakan di daerah lain juga ada KPM yang mendapatkan PKH hingga jutaan rupiah dan lebih dari satu komponen dalam keluarganya.
Sebab memang biasanya ada satu keluarga yang bisa mencapai empat komponen PKH di berbagai daerah, tidak harus selalu satu komponen.***