"Sudah teguran pertama awalnya, Muara Sari lambat dan deviasinya sudah diatas 10 persen negatif," ujarnya.
"Alasan keterlambatan pekerjaan, ada masalah di internal mereka hingga faktor hujan. Saya tidak terima kalau alasanya hujan, harusnya ketika kalian mengambil proyek di Kota Bogor sudah tahu dan memprediksi. Itunganya sudah jelas, kalau di Kota Bogor kota hujan," tegas Rena.
Baca Juga: Rekomendasi Villa Private di Puncak Bogor, Tersedia Private Pool Serasa di Iceland, Harga Affordable
Ia meminta kepada pelaksana proyek agar melakukan akselerasi dan meminta untuk mengganti metode pengerjaan.
"Karena batas waktunya sampai Agustus, kami buat kaya mini schedule, untuk percepatan selama dua minggu ke depan. Kalau gak keburu harus buat deviasi lebih kecil dari negatif 10," terang Rena.
"Jika deviasi masih diatas negatif 10 persen setelah dilayangkan SP2, ya putus kontrak," tambahnya.
Menurut Rena, langkah putus kontrak merupakan opsi terakhir.
Pasalnya dianggap kemungkinan terburuk yang harus diambil Dinas PUPR.
"Kalau memang bisa push mereka (kami berikan kesempatan), karena kalau putus kontrak sakit semuanya, warga juga susah, akses juga jadi tertunda," terang Rena.
"Kita gak mau kaya gitu. Kami mau kasih efek jera agar tak main-main dalam proyek ini. Mau berapapun besaran proyek itu tanggungjawabnya sama yakni kepentingan untuk warga," pungkasnya.