AYOBOGOR.COM -- Kementerian Kesehatan menyebut ada 206 kasus gagal ginjal akut pada anak di 20 provinsi Indonesia.
Juru bicara Kemenkes, dr Syahril mengatakan jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak yang dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 sebanyak 206 dari 20 provinsi.
Hal itu diperparah dengan angka kematian sebanyak 99 anak, di mana angka kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65%.
“Dari hasil pemeriksaan, tidak ada bukti hubungan kejadian AKI dengan Vaksin COVID-19 maupun infeksi COVID-19. Karena gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun,” kata juru bicara Kemenkes dr Syahril dalam keerangan persnya.
Baca Juga: Gagal Ginjal Akut pada Anak, Kemenkes Sarankan Gunakan Obat Tablet, Kapsul, dan Suppositoria
Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Acute Kidney Injury (AKI) yang tajam pada anak, utamanya dibawah usia 5 tahun atau kasus gagal ginjal akut pada anak.
Peningkatan kasus gagal ginjal akut pada anak ini berbeda dengan yang sebelumnya, dan saat ini penyebabnya masih dalam penelusuran dan penelitian.
Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
“Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” ujar dr Syahril dalam siaran pers resmi.
Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gagal ginjal akut pada anak.
Baca Juga: UPDATE Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak di Indonesia Capai 192 Kasus, Ini Kata IDAI
Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, sementara ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan AKI. Saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya.
Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.