nasional

Pengacara Publik Minta Polda Metro Waspada, KPK Bisa Ambil Alih Sepihak Kasus Pemerasan SYL

Minggu, 19 November 2023 | 13:58 WIB
Pengacara publik Muhammad Mualimin ingatkan Polda Metro Jaya waspada karena KPK dapat ambil alih paksa kasus pemerasan SYL yang seret nama pimpinan KPK Firli (Dok Mualimin )

JAKARTA, AYOBOGOR.COM - Polda Metro Jaya saat ini sedang menangani kasus dugaan pemerasan (korupsi) oleh pimpinan KPK kepada Politisi Partai Nasdem yang juga mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Pasal pemerasan yang diusut Kepolisian tersebut, karena diduga dilakukan penyelenggara negara, maka diterapkan Pasal 12 huruf e atau pasal 12 huruf B atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 29 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP, dimana saat ini sudah naik ke tahap penyidikan.

Status penyidikan berarti bahwa aduan masyarakat terkait dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) memang meyakinkan dan memiliki unsur pidana.

Baca Juga: Barang Mencurigakan Diangkut di Rumah Firli Bahuri, Kaitan Pemerasan SYL? Ada Safe House Tidak Terlapor KPK

Mengingat yang disasar oleh Polda Metro Jaya adalah Pimpinan KPK, Pengacara Publik Muhammad Mualimin mengingatkan penyidik Kepolisian agar berhati-hati dan waspada.

Sebab, kata Advokat PERADI Jakarta Selatan ini, di dalam Pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), KPK memiliki hak dan kewenangan mengambil alih kasus korupsi yang sedang ditangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan.

''Jadi delik pemerasan yang diterapkan itu masuk rumpun pasal korupsi karena diduga dilakukan oleh penyelenggara negara. Itu menyasar Firli dan teman-temannya. Maka kalau nekad, KPK berdasar Pasal 10A UU KPK berhak sepihak ambil alih kasus itu. Polda Metro Jaya harus waspada,'' kata Muhammad Mualimin kepada AyoBogor.com, Minggu (19/11/2023).

Baca Juga: Soal Kasus Pemerasan SYL, Pakar Hukum Sebut Firli Jangan Mencari Simpati dari Publik

Pengurus MN KAHMI itu menjelaskan, Pasal 10A ayat (2) menerangkan bahwa kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan atau Kepolisian dapat diambil alih KPK kalau kasusnya sudah naik ke tahap penyidikan. Adapapun alasan pengambilalihan ada enam sebab (a-f), salah satunya ''penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.''

''Saya takut seandainya pimpinan KPK terjepit, dia mengeluarkan jurus Pasal 10A. Alasan bisa dicari, dalih bisa dikonstruksi, yang jelas kalau mau arogan dan egois, KPK memang berhak mengambil alih kasus pemerasan yang ditangani Polda Metro. UU KPK memberi landasan akan hal itu. Ini bahaya sebenarnya. Maka konflik kepentingan dalam kasus ini sangat tinggi sekali,'' ujarnya.

Guna menghindari munculnya fenomena ''Cicak Vs Buaya'' versi terbaru, ucap Mualimin, mestinya Presiden Joko Widodo menonaktifkan dulu Ketua KPK Firli Bahuri supaya sikap saling sandera, saling gertak, dan konflik kepentingan dapat dihindari.

Baca Juga: Dianggap Salahi Kode Etik KPK, MAKI Laporkan Kelakuan Firli Bahuri

''Sebenarnya biarkan Polda Metro mengusut kasus ini sampai tuntas. Tapi akan alot kalau yang diperiksa masih menjadi ketua KPK. Maka harusnya Presiden nonaktifkan dulu Firli. Kalau Firli sudah bukan Ketua KPK, kasus pemerasan SYL baru pas disupervisi KPK. Kalau sekarang jangan!'' pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada Pasal 2 dikatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan Supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia.

Halaman:

Tags

Terkini