BANDUNG, AYOBOGOR --Sebanyak tiga Dosen Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang ilmu komunikasi.
Ketiga guru besar tersebut antara lain Prof Dr Atwar Bajari, MSi, Prof Dr Eni Maryani, MSi, dan Prof Dr Hj Ninis Agustini Damayani, MLib.
Prosesi upacara pengukuhan dan orasi ilmiah jabatan guru besar digelar di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Rabu 8 Maret 2022’
Orasi Ilmiah pertama disampaikan oleh Prof Dr Atwar Bajari, MSi, dengan judul ‘Ujaran Kebencian dan Konflik Identitas: Mengupayakan Komunikasi Dialektis dalam Media Sosial’.
Atwar menyoroti penginkatan ujaran kebendian dalam ruang media sosial yang dinilai semakin mengkhawatirkan. Pengguna media sosial mudah sekali terpancing untuk melemparkan kebencian berkaitan dengan masalah politik, program pemerintah, dan urusan agama atau akidah.
“Ketika pemerintah meluncurkan program penaganan pandemi, seperti bansos, penyedia alat pelindung diri (APD), prograam penguatan ekonomi, dan penutupan rumah-rumah peribadatan telah memancing reaksi penggguna yang mengarah pada ujaran kebencian,” kata Atwar.
Berdasarkan data yang dikumpulkan mulai 2017 hingga 2021, tren ujaran kebencian mengalami peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas.
“Secara statistik, sejak pelaksanaan Pilpres 2019 sampai masa pandemi dan sesudahnya, tren ujaran kebencian naik. Jika dirunut ujaran kebencian dan hoaks terjadi sejak tahun 2017,” ujarnya.
Pada ranah medsos, Atwar mendapati adanya peningkatan ujaran kebencian di platform Twitter dan Facebook yang dikumpulkan dari bulan Oktober 2017 hingga bulan Maret 2020. Catatan paling tinggi terjadi pada triwulan I tahun 2020 dengan 9,6 juta konten ujaran kebencian.
“Facebook selama tiga tahun terakhir tren ujaran kebencian terus meningkat. Di Twitter terdapat kecenderungan perang ujaran kebencian, dan Twitter jumlahnya paling tinggi dibandingkan yang lain,” jelasnya.
Atwar melakukan penelitian dengan pendekatan Etnografi Virtual dan Analisis Kualitatif melalui sejumlah aplikasi. Penelitian dilakukan terhadap akun Facebook dan Twitter terpilih dan dilakukan selama kampanye Pilpres 2019, saat pandemi Covid-19, hingga usai pandemi Covid-19.
“Hasilnya menunjukkan bahwa ujaran kebencian terus bertebaran dengan berbagai jenis frasa kunci khas yang kontekstual dengan narasa berbeda dengan moden pergeserasn ‘dukungan’ antarpihak yang berkonflik,” terang Atwar.
“Secara ringkas, penggunaan frasa dominan dari pihak yang berkonflik, dapat dikelompokkan menurut tujuannya yaitu untuk menuduh pihak lawan sebagai;bodoh, menjijikkan, menyedihkan, serakah, buruk dan berbahaya, serta terbelakang. Secara bentuk bisa dikelompkkan menjadi hinaan, tuduhan, umpatan, menganggap dungu, mengintimidasi, dan mendorong tindakan kekerasan,” imbuhnya.
Orasi ilmiah kedua disampaikan oleh Prof Dr Eni Maryani, MSi. yang mengangkat judul ‘Kajian Kritis Media: Sebuah Refleksi Demokratis Komunikasi’.