Integrasi Moda dan Arsitektur Kontekstual, Hutama Karya Hadirkan Stasiun Bawah Tanah Glodok-Kota

photo author
- Selasa, 26 Agustus 2025 | 21:30 WIB

AYOBOGOR.COM – PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) terus menggarap proyek Jakarta Mass Rapid Transit Project (Phase 2) (I) Contract Package CP203 (MRT Fase 2A CP 2023) yang mencakup dua stasiun bawah tanah—Glodok dan Kota—serta koridor terowongan sepanjang sekitar 1,459 kilometer.

Proyek ini berada di kawasan bersejarah yang padat aktivitas, sehingga paket ini sejak awal dikembangkan dengan pendekatan desain yang kontekstual terhadap Kota Tua, terintegrasi antarmoda, sekaligus mengutamakan keselamatan, mutu, dan pengalaman pengguna. Proyek milik MRT Jakarta (Perseroda) ini ditandatangani pada 19 April 2021, dan setelah penanganan temuan cagar budaya berupa rel trem dan drainase terracotta, waktu penyelesaian diperbarui menjadi pertengahan tahun 2027.

Executive Vice President (EVP) Sekretaris Perusahaan Hutama Karya, Adjib Al Hakim mengatakan bahwa Di CP203, arsitektur menjadi pembeda utama. Stasiun Glodok mengusung tema “Layers of History: Chinatown Heritage & Commercial Area”. Eksterior-nya yang formal dan monokrom sengaja dihadirkan sebagai penanda navigasi baru di tengah warna-warni kawasan Pecinan tertua dan pusat niaga yang dinamis.

“Di dalam ruang, narasi Glodok dituturkan melalui permainan “layer” pada dinding dan plafon serta aksen merah yang menegaskan identitas Pecinan sehingga pengguna akan merasakan transisi dari hiruk-pikuk jalan ke interior yang lapang, efisien, dan berkesan,” ujar Adjib.

Sementara itu, Stasiun Kota menampilkan tema “Dwara Batavia: The Gate of Batavia”. Bahasa bentuk lengkung dan garis diterapkan pada kolom, lantai, dan plafon sebagai interpretasi dialog antara warisan arsitektur kolonial Beos dan ritme mobilitas modern.

“Kedua stasiun dirancang sebagai simpul Transit Oriented Development (TOD): trotoar lebar dan ramah pejalan kaki, aksesibilitas penuh bagi penyandang disabilitas dari pedestrian hingga peron, serta konektivitas langsung seluruh stasiun Fase 2A dengan Transjakarta; khusus Stasiun Kota, integrasi dilakukan langsung dengan Commuter Line untuk memudahkan perpindahan moda,” imbuh Adjib.

Penataan kawasan mengacu Panduan Rancang Kota (Urban Design Guidelines/UDGL) Kota Tua, termasuk pelebaran trotoar, penguatan konektivitas antarmoda, dan dukungan untuk Low Emission Zone di Jl. Pintu Besar Selatan.

Penyediaan detention tank sebagai penampung sementara air hujan berdasarkan rekomendasi Dinas Sumber Daya Air, serta pemilihan material finishing non-combustible dan non-toxic juga menjadi acuan utama. Dari sisi proteksi kebakaran, stasiun dilengkapi fire shutter yang terhubung Building Automation System (BAS) dan dirancang menahan api hingga dua jam.

Adjib menegaskan bahwa CP203 tidak hanya berorientasi pada keandalan struktur, tetapi juga kualitas pengalaman ruang.

“Kami bekerja di pusat sejarah Jakarta dengan standar keselamatan yang ketat dan sensitivitas heritage yang tinggi, sambil menghadirkan desain stasiun yang berakar pada identitas Glodok dan Kota Tua. Tujuannya bukan sekadar menghadirkan transportasi massal yang andal, tetapi juga memperkaya ruang kota dan memudahkan perpindahan antarmoda,” ujarnya.

Memasuki tahapan menengah menuju akhir, fokus pekerjaan berada pada penggalian dan penyiapan pintu masuk stasiun, penyelesaian desain interior dan eksterior bangunan, pemasangan sistem listrik, air, dan ventilasi di dalam stasiun, serta perbaikan area permukaan agar fungsi kota kembali normal.

Untuk struktur bawah tanah, metode top-down (dari atas ke bawah) dengan dinding penahan tanah berupa diafragma dan plat bertahap digunakan, sementara terowongan dibangun menggunakan mesin bor terowongan (Tunnel Boring Machine/TBM). Khusus untuk pekerjaan dinding diafragma, digunakan alat penggali hidrolik yang menghasilkan getaran minimal sehingga cocok untuk area padat bangunan, dilengkapi dengan penguatan sistem kedap air dan di area tertentu menggunakan dinding ganda untuk menahan tekanan air tanah dan memastikan konstruksi tahan lama. Seluruh pekerjaan dilaksanakan sesuai standar keselamatan yang ketat untuk melindungi pekerja dan lingkungan.

Lebih lanjut, Adjib menjelaskan bahwa pelaksanaan pekerjaan di kawasan Kota Tua yang padat permukiman—dengan jarak bangunan warga pada titik tertentu hanya sekitar tiga meter—memerlukan pendekatan konstruksi yang sangat hati-hati, berbasis data, serta komunikatif. Sebelum pelaksanaan, tim proyek terlebih dahulu melakukan survei kondisi awal bangunan sekitar sebagai acuan. Selanjutnya, dipasang instrumen pemantau untuk mendeteksi pergerakan tanah maupun perubahan pada bangunan di sekitar lokasi.

Bangunan cagar budaya diberikan perlindungan tambahan melalui pemasangan sensor getaran otomatis, sedangkan kebisingan lingkungan dipantau secara berkala dengan peralatan khusus.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Andres Fatubun

Tags

Rekomendasi

Terkini

X