news

Universitas Vrije Amsterdam Gelar Nonton Bareng Film Colonial Debris yang Soroti Ketidakadilan Agraria di Indonesia

Kamis, 13 Maret 2025 | 16:29 WIB
Universitas Vrije Amsterdam Nobar Film Colonial Debris

AYOBOGOR -- Pada hari Senin, 24 Februari 2025, Universitas Vrije Amsterdam, Belanda menjadi tuan rumah acara nonton bareng film Colonial Debris. 

Acara diselenggarakan di ruang 3D (Dialoog, Diversiteit, Debat) yang dikenal sebagai ruang diskusi inklusif di kampus tersebut. Colonial Debris merupakan versi bahasa Inggris dari film Tanah Moyangku produksi Watchdoc Documentary dan disutradarai Edy Purwanto. 

Kegiatan nonton bareng ini adalah aktivitas rutin bulanan yang sekaligus menjadi media pembelajaran mahasiswa antropologi Universitas Vrije. 

Colonial Debris adalah film Indonesia pertama yang diputar di kegiatan ini.   

Film Colonial Debris atau Tanah Moyangku adalah film dokumenter yang membahas ketidakadilan agraria di Indonesia. Ketidakadilan agraria di Indonesia itu memiliki akar panjang sejak era kolonial Belanda yang memberlakukan Agrarische Wet pada tahun 1870. 

Undang-undang itu mengklaim tanah-tanah yang tak memiliki bukti kepemilikan (sertifikat) sebagai milik negara (kolonial Belanda). 

Sayangnya pemahaman serupa terus dilanjutkan hingga Indonesia merdeka yang kemudian memicu berbagai konflik agrarian karena pemerintah lebih memilih memberikan konsesi lahan kepada korporasi. 

Salah satu korporasi yang banyak mendapatkan konsesi lahan dalam jumlah besar adalah perkebunan kelapa sawit. 

Tahun 2022, diperkirakan lahan perkebunan sawit mencapai 16,8 juta hektar.  

Film Colonial Debris mengangkat dampak industri minyak sawit di Indonesia, khususnya bagaimana ekspansi perkebunan sawit telah mengakibatkan konflik agraria, dan pelanggaran hak asasi manusia. 

Film ini menyoroti praktik-praktik buruk dalam tata kelola industri sawit, termasuk praktek-praktek perampasan tanah masyarakat adat, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan. 

Melalui narasi yang kuat dan visual yang menggugah, film ini berhasil menyampaikan pesan tentang pentingnya keadilan lingkungan dan agraria. 

Acara nonton bareng dimulai pukul 19.00 waktu setempat. Ruang 3D dipenuhi oleh sekitar 60 orang mulai dari mahasiswa baik dari Belanda ataupun Indonesia yang sedang menimba ilmu di Belanda, dosen, warga Belanda yang tertarik dengan isu-isu di Indonesia serta masyarakat Indonesia yang sudah lama tinggal di Belanda. 

Selama pemutaran, suasana ruangan terasa hening dan penuh konsentrasi. Adegan-adegan yang menggambarkan kerusakan hutan, penderitaan masyarakat adat, dan ketidakadilan sistemik yang mereka hadapi berhasil menyentuh emosi penonton. Banyak peserta yang terlihat prihatin dan terharu, terutama ketika melihat betapa kompleksnya masalah yang dihadapi oleh masyarakat lokal.

Halaman:

Tags

Terkini